Bilik Ibu
Ibumu Madrasah Pertamamu "Belajar Sampai Akhir Hayat"
Kamis, 02 Maret 2023
PRINSIP DASAR AGAMA ISLAM
PRINSIP DASAR AGAMA ISLAM
Rabu, 01 Maret 2023
Mendudukkan Hak dan Kewajiban Suami Istri Secara
Proporsional, Ini Pandangan Islam
Hal terpenting bagi pasangan
suami istri adalah mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Pembagian peran
menjadi prioritas utama untuk didiskusikan bersama agar bahtera pernikahan
berjalan dengan mulus tanpa hambatan yang berarti.
Saat ini, bila diperhatikan peran
antara suami dan istri sering timpang. Misalnya tugas di rumah dibebankan
seluruhnya kepada istri. Padahal, istri juga bekerja di luar rumah demi bisa
menopang kebutuhan sehari-hari.
Lebih mengherankan lagi adalah
suami yang tetap menuntut dihormati oleh istrinya sedangkan dia sendiri
pengangguran, hanya ongkang-ongkang kaki. Dengan alasan penghormatan kepada
suami adalah perintah agama. Tidak jarang tuntutan penghormatan itu
dilegitimasi ayat al-Quran //”ar-Rijalu Qawwamuna ‘alan Nisa.”//
Dalam
Tafsir at-Thabari dijelaskan, alasan laki-laki disebut ‘qawwam’
(unggul/pemimpin) bagi perempuan sebab laki-laki memberi mahar, nafkah dan
memenuhi kebutuhan keluarga. Kemudian dalam Tafsir al-Qurthubi dinyatakan
ketika laki-laki tidak memenuhi tugasnya dalam memenuhi kebutuhan keluarga,
laki-laki seperti ini tidak menjadi lebih unggul. (Lihat at-Thabary, ///Jami’
al-Bayan// juz 8 hlm 290 dan al-Qurthubi, //al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an,// juz
5 hlm 169).
Lalu, bagaimana sebenarnya hak
dan kewajiban suami istri? Merujuk diskusi dalam kajian fikih, baik suami
maupun istri memiliki hak dan kewajiban bersama dan hak kewajiban khusus.
(Lihat Wahbah Zuhaili, //al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh,// juz 9, hlm 6842-6859)
Pemenuhan hak dan kewajiban
bersama adalah fondasi rumah tangga yang sakinah //mawaddah wa rahmah.// Di
antaranya adalah hak dan kewajiban pasangan dalam memenuhi kebutuhan biologis
masing-masing.
Selain itu, baik suami maupun
istri sama-sama diperintahkan agama untuk berbuat baik satu sama lain. Pasangan
suami istri adalah partner sehidup semati. Musyawarah dan diskusi bersama dalam
menentukan setiap keputusan. Argumen siapa yang paling masuk akal harus
didahulukan.
Lalu, hak khusus suami yang
diperoleh dari istri adalah istri harus selalu siap memenuhi kebutuhan biologis
suami. Akan tetapi, sekali lagi, hal ini harus didasarkan pada pemenuhan hak
bersama. Suami harus bijak, bila dirasa istri tidak dalam kondisi fit,
sebaiknya kebutuhan biologisnya ditunda terlebih dahulu.
Lebih jauh, seorang istri harus
menjaga harkat dan martabat suami, menjaga rumah dan anak-anak bila suami
sedang tidak di rumah.
Sementara kewajiban seorang suami
adalah memenuhi kebutuhan istri dari kebutuhan primer sampai tetek bengek
kebutuhan lain. Seperti telah disinggung sebelumnya.
Dalam hal ini, istri yang
dituntut meninjau hak dan kewajiban bersama, dalam arti istri harus bijak dalam
menuntut suami sesuai dengan kemampuannya. Tidak elok jika istri menuntut suami
memenuhi kebutuhannya di luar kesanggupan suami.
Terakhir, kewajiban istri kepada
suami. Menariknya, dalam diskusi fikih, sebenarnya istri tidak memiliki
kewajiban melayani suami selain pelayanan kebutuhan biologis. Pelayanan rumah
seperti memasak, mencuci baju, menyiapkan ini itu untuk suami bukan merupakan
kewajiban.
Namun, jika istri menghendaki
dirinya melayani suami dalam tugas rumah seperti di atas, akan menjadi kebaikan
bagi dirinya. Maka, suami harus berterima kasih, berucap syukur, dan lebih
menyayangi istri jika semua pekerjaan rumah dikerjakan oleh istri karena itu
sebenarnya bukan kewajibannya.
Syekh Wahbah az-Zuhaili dalam
//al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu// mengatakan:
أما
واجب الزوجة:
فلا يجب
عليها خدمة
زوجها في
الخبز والطحن
والطبخ والغسل
وغيرها من
الخدمات، وعليه أن
يأتيها بطعام
مهيأ إن
كانت ممن
لا تخدم
نفسها؛ لأن
المعقود عليه
من جهتها
هو الاستمتاع
فلا يلزمها
ما سواه،
لكن لا
يجوز لمن
تخدم نفسها
وتقدر على
الخدمة أخذ
الأجرة على
عمل البيت،
لوجوبه عليها
ديانة، حتى
ولو كانت
شريفة؛ لأنه
عليه الصلاة
والسلام قسم
الأعمال بين
علي وفاطمة
رضي الله
عنهما، فجعل
أعمال الخارج
على علي،
والداخل على
فاطمة مع
أنها سيدة
نساء العالمين
“Kewajiban istri: tidak wajib
bagi seorang istri melayani suami dalam hal memasak dan mencuci dan bentuk
pelayanan lainnya (selain melayani kebutuhan biologis). Justru suami wajib
menghidangkan makanan kepada istri jika istri tidak dapat melakukannya sendiri.
Karena akad nikah hanya mewajibkan istri melayani kebutuhan biologis suami,
maka selain itu tidak ada kewajiban pelayanan lain bagi istri.
Tetapi, meski demikian, istri
yang dapat mengurus dirinya sendiri dan mampu mengerjakan pekerjaan rumah tidak
dibenarkan menuntut upah kepada suami atas pekerjaan rumah yang dia lakukan.
Istri harus melakukannya ikhlas karena Allah. Meskipun perempuan tersebut keturunan
Rasul (syarifah). Sebab, Nabi sendiri pernah membagi tugas antara ‘Ali dan
Fatimah. Nabi menyuruh ‘Ali fokus bekerja di luar rumah dan Fatimah menangani
urusan rumah.”
(Wahbah Zuhaili, //Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh,// juz 9, hlm. 6852)
Suami juga seharusnya lebih tahu
diri jika istri bekerja di luar rumah seperti dirinya. Akan lebih bijak bila
tugas rumah dimusyawarahkan, didiskusikan, supaya tidak semuanya dibebankan
kepada istri. Dalam konteks ini, seharusnya minimal separuh dari tugas rumah dikerjakan
juga oleh suami.
Namun bila suami yang sepenuhnya
bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, dari pagi hingga malam sedang
istri hanya menunggu di rumah, akan lebih elok bila tugas rumah istri yang
menangani. Ini pun bukan atas dasar kewajiban, akan tetapi agar seimbang
pembagian peran antara suami dan istri. Seperti Nabi yang membagi tugas ‘Ali
dan Fatimah.
Pada hakikatnya rumah tangga
lebih dari sekadar hak dan kewajiban. Rumah tangga adalah kesalingan antara
suami dan istri. Saling bekerja sama, saling menyayangi dan saling mencintai
satu sama lain.
Seorang suami tidak tega melihat
istrinya kewalahan mengurus rumah sendiri. Pun istri tidak enak hati jika
semuanya, dari urusan memenuhi kebutuhan sehari-hari dan urusan rumah semuanya
ditangani suami. Kuncinya adalah saling berkomunikasi terkait pembagian tugas
dan peran supaya tidak terjadi ketimpangan. (Ilham Fikri, ed: Nashih)
Sumber : https://mui.or.id/bimbingan-syariah/hukum-keluarga/46404/mendudukkan-hak-dan-kewajiban-suami-istri-secara-proporsional-ini-pandangan-islam/
4 Kedudukan Anak yang Disebutkan dalam Alquran
4 Kedudukan Anak yang Disebutkan dalam Alquran
Alquran menyebutkan terdapat tiga fase umum kehidupan yang akan dilewati manusia. Fase pertama, manusia berada dalam keadaan lemah, yaitu pada masa bayi dan anak-anak. Fase kedua, manusia berada dalam keadaan kuat atau dewasa. Terakhir, fase ketiga yaitu dimana manusia lemah dan beruban. Fase ini menunjukan bahwa seseorang telah memasuki usia tua atau lansia.
Namun tidak semua manusia dapat mencapai ketiga fase yang telah disebutkan
sebelumnya. Sebagian ada yang hanya mencapai pada fase pertama ataupun kedua.
Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat Ar Rum ayat 54:
اَللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْۢ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْۢ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَّشَيْبَةً ۗيَخْلُقُ مَا يَشَاۤءُۚ وَهُوَ الْعَلِيْمُ الْقَدِيْرُ
“Allah-lah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan
(kamu) setelah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu)
setelah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang Dia
kehendaki. Dan Dia Mahamengetahui, Mahakuasa.”
Allah ﷻ menjelaskan dalam Alquran terdapat lima
kedudukan anak terhadap orang tua. Kedudukan tersebut disebutkan-Nya pada empat
surat yang berbeda, yaitu:
- Kedudukan anak sebagai kesenangan hidup (Perhiasan)
di dunia. Allah ﷻ berfirman dalam surat Ali Imran ayat 14, yaitu:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوٰتِ مِنَ النِّسَاۤءِ وَالْبَنِيْنَ وَالْقَنَاطِيْرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْاَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۗوَاللّٰهُ عِنْدَهٗ حُسْنُ الْمَاٰبِ
“Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.”
Merujuk pada penjelasan dari tafsir ringkas Kementerian Agama RI terdapat beberapa hal dari kesenangan hidup yang Allah ﷻ berikan yaitu dengan kehadiran anak dalam keluarga.
Adapun kedudukan anak sebagai kesenangan hidup dapat dipahami bahwa manusia secara naluriah memiliki kecenderungan untuk senang terhadap anak. Ayat di atas senada pula dengan firman-Nya di surat Al Kahfi ayat 46 - Kedudukan anak sebagai cobaan atau fitnah. Firman
Allah ﷻ dalam Alquran surat Al Anfal ayat 28:
وَاعْلَمُوْٓا اَنَّمَآ اَمْوَالُكُمْ وَاَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۙوَّاَنَّ اللّٰهَ عِنْدَهٗٓ اَجْرٌ عَظِيْم
“Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar.”
Mengutip dari kitab Al-Mufradat fi Gharib al-Quran karya ar-Ragib al-Isfahani, lafaz fitnah berasal dari kata fatana yang memiliki makna dasar ‘membakar logam emas atau perak untuk mengetahui kemurniannya’.
Sebagaimana yang dijelaskan Prof Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah, kedudukan anak anak sebagai fitnah tak hanya ketika orang tua memiliki dorongan atas dasar cinta kepadanya sehingga melanggar ketetapan Allah ﷻ, akan tetapi hal tersebur berlaku dalam kedudukan anak sebagai amanah Allah ﷻ.
Allah menguji hamba-Nya melalui anak yang dikaruniai oleh-Nya adalah untuk melihat apakah hamba tersebut mampu merawatnya dengan baik. Tak hanya memberi sandang, pangan, dan papan yang cukup tapi juga mendidik dan mengembangkan potensi pada anak.
Potensi tersebutlah yang kelak menjadikan manusia sebagaimana yang dikehendaki Allah ﷻ, yaitu sebagai hamba-Nya sekaligus khalifah di dunia. - Kedudukan anak sebagai musuh. Firman Allah ﷻ dalam surat At
Taghabun ayat 14:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّ مِنْ اَزْوَاجِكُمْ وَاَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ فَاحْذَرُوْهُمْۚ وَاِنْ تَعْفُوْا وَتَصْفَحُوْا وَتَغْفِرُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah MahaPengampun, Mahapenyayang.”
Terdapat beberapa riwayat yang menyebutkan mengenai sebab turun ayat di atas, salah satunya yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Dalam kitab tafsir Al-Qur’an al-Adhim, Ibnu Katsir mengutip ayat di atas berkaitan dengan persoalan sebagian dari penduduk Makkah yang ingin berhijrah namun dihalangi istri dan anak-anak mereka.
Setelah berhijrah, mereka menemukan teman-teman yang telah lebih dahulu hijrah serta memiliki pengetahuan mendalam mengenai Islam. Pada saat itu, penyesalan timbul dan mereka bermaksud untuk menghukum istri dan anak-anak mereka yang menjadi penyebab ketertinggalan tersebut. Karenanya turunlah ayat ini untuk menjawab persoalan mereka. - Kedudukan anak sebagai penyenang hati. Firman Allah ﷻ dalam surat Al
Furqan ayat 74:
وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا
“Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”
Mengutip dari Tafsir Departemen Agama RI ayat di atas menjelaskan mengenai doa yang selalu dipanjatkan hamba-hamba yang dikasihi Allah ﷻ agar diberikan pasangan dan anak-anak yang mampu menjadi penenang hati dan menyejukkan perasaan.
Dengan demikian akan bertambah pula di bumi ini hamba-hamba Allah ﷻ yang bertakwa lagi menyucikan zat-Nya Yang Mahapengasih lagi Mahapenyayang. (Isyatami Aulia/ Nashih Nashrullah)
Ibu Sebagai Sekolah Pertama Bagi Anaknya
Ibu Sebagai Sekolah Pertama Bagi Anaknya
Kedudukan Seorang Ibu dalam Islam
Ibu adalah sosok yang memiliki peran penting dalam keluarga. Selain ayah sebagai kepala rumah tangga, ibu juga merupakan pondasi pendidikan anak dalam keluarga, tangan lembutnya serta kasih sayangnya tak hanya mampu merawat dan membesarkan, namun mampu menghantarkan buah hati terkasih ke gerbang kesuksesan.
Kedudukan seorang ibu begitu mulia dalam islam, bahkan sosoknya memiliki kemuliaan lebih besar dari pada ayah. Kemuliaan seorang ibu hingga disebut tiga kali dalam sabdanya. Dalam hadits yang diriwayatkan Dari Mu’awiyah bin Haidah Al Qusyairi radhiallahu’ahu, beliau bertanya kepada Nabi:
يا رسولَ اللهِ ! مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ : قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أباك ، ثُمَّ الأَقْرَبَ فَالأَقْرَبَ
“wahai
Rasulullah, siapa yang paling berhak aku perlakukan dengan baik? Nabi menjawab:
Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab:
Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: ayahmu, lalu yang lebih dekat setelahnya
dan setelahnya” (HR. Al Bukhari
dalam Adabul Mufrad, sanadnya hasan).
Hadits diatas menggambarkan betapa sangat dimuliakan dan diagungkan kedudukan ibu dalam islam. Selain itu kemulian seorang ibu telah ditetapkan dalam Al – Qur’an diberbagai surat, salah satunya dalam surat Lukman ayat 14, yang artinya :
وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ
“ Dan Kami perintahkan kepada manusia ( agar berbuat baik ) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah – tambah, dan menyapihnya dalam usia tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu. “
Istilah ‘syurga di telapak kaki ibu’ sudah tak asing lagi kita dengar, hal ini merupakan salah satu kemuliaannya, bahwasanya Allah SWT menjamin syurga untuk hamba-Nya yang menghormati ibu dan berbakti kepadanya. Tak hanya itu, lisannya mampu menjadi doa, dan doa nya yang begitu mujarab untuk anak – anaknya. Sebagaimana disampaikan dalam sebuah hadits riwayat dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersadba:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ " ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
“Ada tiga macam doa yang pasti
diterima tanpa ragu lagi, yaitu: doa bapak, doa musafir, dan doa dari orang
yang teraniaya.” (HR Ahmad, Abu Dawud, dan Turmudzi).
Kemuliaan seorang ibu bahkan pernah menjadi legenda yang sangat terkenal dari daerah Sumatera Barat, yang menjadi cerita menarik penuh pesan yang baik bagi anak – anak dalam menghormati ibunya, yang dikenal dengan “Legenda Malin Kundang”.
Peran Ibu dalam Keluarga
Anak sebagai amanah dari Allah SWT yang diberikan kepada orang tua, sudah selayaknya mendapatkan pendidikan yang baik, dan ini merupakan salah satu tanggung jawab sebagai orang tua. Mendidik dan mengasuh anak bukanlah suatu perkara yang mudah, tentu saja semua pelaksanaannya harus sesuai aturan yang mengacu pada Al – Qur’an dan hadits.
Sebagai orang tua wajib membimbing dan mendidik anaknya sesuai dengan petunjuk Allah SWT dan Rasul-Nya, dan menjaga anak- anak dari pengaruh lingkungan dan pergaulan yang rusak dengan mencari lingkungan yang baik dan berada diantara orang – orang yang shaleh dan shalehah.
Syariat islam menetapkan kedudukan utama wanita yaitu menjadi Ummu wa rabbatul bait ( Ibu dan pengatur rumah tamgga ), selain itu ibu memiliki tanggung jawab terhadap anaknya sejak dini, dimulai sejak masa kehamilan, kelahiran, pengasuhan, dan penyusuan dimana aktifitas ini merupakan hal yang utama dan mulia. Karena pada dasarnya rumah tangga diibaratkan sebagai miniatur sebuah perusahaan, dimana di dalamnya terdapat beranekaragam permasalahan. Untuk mengatur dan mengolahnya tentu saja diperlukan keahlian. Untuk itu seorang wanita, dalam hal ini adalah ibu harus memiliki segudang ilmu dan pengetahuan yang luas guna mengolah dan menghadapi persoalan – persoalan rumah tangga tersebut. Tentunya dengan membutuhkan komitmen yang tinggi dan kerjasama dengan ayah sebagai kepala rumah tangga.
Ibu sebagai Sekolah Pertama bagi Anaknya
Ibu adalah orang terdekat pertama bagi anak. Seorang anak sudah memiliki keterikatan secara fisik dan psikis dengan ibunya sejak dalam kandungan serta dalam aktifitas kesehariannya di rumah. Pada dasarnya ibu adalah Madrasah pertama bagi anak – anaknya “ Al – Ummu Madrasah Al – ula “ . Dimana ibulah sebagai sosok pertama yang akan menanamkan norma – norma kebaikan sekaligus menjadi telada dalam bersikap.
Ibu merupakan seorang figur yang akan menjadi contoh bagi anak – anaknya. Kedekatan fisik dan emosionalnya terjalin secara alamiah sejak mengandung, merupakan faktor utama yang akan menentukan kepribadian dan karakter anaknya. Oleh sebab itu, hendaknya orang tua memberikan kasih sayang kepada anaknya dan menjadi positif bagi anak – anaknya dengan menunjukkan akhlak yang mulia dan menjadi perisai bagi anaknya dari pengaruh lingkungan yang buruk.
Bila anak kehilangan figur seorang ibu bisa menyebabkan anak mengalami Devripasi Maternal ( Perampasan kasih sayang ibu ). Hal ini bisa menyebabkan terjadi gangguan kedisiplinan ( Attachment disorder ) atau kegagalan pertumbuhan kejiwaan ( Failure to Thrive ). Akibatnya, sang anak bisa menjadi murung, tidak ceria, dan kehilangan motivasi hidup. ( dikutip dari Moeslem Activity )
Peran penting seorang ibu terhadap pendidikan anaknya, begitu erat hubungannya dengan kondisi kita saat ini. Dimana saat ini dunia berubah drastis, anak – anak yang biasanya berangkat ke sekolah setiap hari, bertemu dengan teman – temannya, bermain, bercanda. Namun, kini setiap hari mereka harus belajar di rumah hanya bertemu dengan orang rumah, dalam hal ini adalah orang tua yang tentunya harus mampu menjadi guru untuk anak – anaknya selama proses pembelajaran jarak jauh.
Tak sedikit orang tua yang mengeluh karena kondisi saat ini. Terkadang orang tua ingin anaknya belajar secara maksimal di rumah, namun situasi yang terjadi malah sebaliknya, anak – anak terkadang jenuh dan cepat bosan. Kondisi seperti ini yang harus bisa kita atasi sebagai seorang ibu, karena pada dasarnya anak – anak sesungguhnya hanya akan bisa belajar dalam keadaan bahagia. Jika kondisinya tertekan atau stress justru kekebalan tubuhnya akan menurun.
Disinilah tugas kita sebagai seorang ibu sekaligus sebagai guru bagi anak – anak kita. Mendidik anak dibutuhkan kesabaran, kelembutan, dan istiqomah. Setiap orang tua harus menghargai usaha sang anak dalam proses pembelajarannya. Orang tua selayaknya mengarahkan dan mendidik anak – anaknya tanpa harus merampas hak bermainnya ( ketika masih usia bermain ), tanpa harus memaksa anak untuk ikut kehendak orang tua, dalam hal ini orang tua tugasnya adalah mengarahkan mereka agar tetap dalam koridor syariat islam.
Maka dari itu, betapa pentingnya peran seorang ibu dalam sebuah keluarga, terutama dalam hal mendidik dan membimbing anak – anaknya, ibu sebagai sekolah pertama bagi anaknya sangat tepat. Meskipun mungkin tanggung jawab ini terasa berat, namun kemuliaannya pun begitu diagungkan dalam islam.
Waallahu'alam..
Sumber : https://www.gurusiana.id/read/nritakurniawati/article/ibu-sebagai-sekolah-pertama-bagi-anaknya-1998374 (dengan sedikit penambahan)
PRINSIP DASAR AGAMA ISLAM
PRINSIP DASAR AGAMA ISLAM MUQADDIMAH بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ إِنَّ الْحَمْدَ ِللهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْف...
-
PRINSIP DASAR AGAMA ISLAM MUQADDIMAH بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ إِنَّ الْحَمْدَ ِللهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْف...
-
Mendudukkan Hak dan Kewajiban Suami Istri Secara Proporsional, Ini Pandangan Islam Hal terpenting bagi pasangan suami istri adalah...
-
4 Kedudukan Anak yang Disebutkan dalam Alquran Alquran menyebutkan terdapat tiga fase umum kehidupan yang akan dilewati manusia. Fase pertam...